Kelod Kimi Dairi
dairi empuy punya si kapuy
Minggu, 16 Juni 2013
Rumah ini dibangun tanpa Tali dan Kayu!!!
Coba bayangkan bagaimana jika rumah yang kita tempati dibangun tanpa
menggunakan paku dan tali. Kira-kira akan berdiri dengan kokoh nggak
yaa? Yap! Ternyata hal ini mungkin saja terjadi. Karena, di Jepang ada
yang seperti ini.
Kota Sakai, Jepang, punya banyak bangunan bersejarah yang cukup menarik. Salah satunya adalah rumah Tamaguchi yang berumur 400 tahun. Rumah ini dibangun tanpa paku dan tali. Tamaguchi Residence dibangun pada tahun 1615 pada masa Kekaisaran Edo. Bangunan itu dibuat setelah terjadi perang sipil di Osaka, Jepang.
Sejak pertama berdiri, bangunan itu sudah tiga kali direnovasi. Pertama pada tahun 1775, untuk membangun tempat persediaan makanan. Lalu pada tahun 1800 ketika membangun ruangan lain di bagian utara. Renovasi terakhir dilakukan pada tahun 1970 guna mengganti atap yang kerap bocor.
Meski pernah direnovasi, namun semua rangka bangunannya ternyata masih asli. Kayu-kayu bangunan ini hanya saling bertumpu tanpa bantuan paku dan tali untuk menyatukannya. Menurut cerita, rumah itu bisa bertahan selama ini karena strukturnya yang sangat kuat. Kayu-kayu penyangganya diambil dari bahan kualitas terbaik.
Kini, rumah tersebut sudah dijadikan museum, dan museum ini tidak pernah sepi dari wisatawan yang berkunjung. Tiket masuknya 200 Yen (sekitar Rp 25.000). Museum ini buka mulai pukul 10.00 hingga 16.00 waktu Sakai. Khusus orang tua di atas 65 tahun dan anak-anak di bawah 15 tahun, tak dipungut biaya apa pun alias gratis.
Kota Sakai, Jepang, punya banyak bangunan bersejarah yang cukup menarik. Salah satunya adalah rumah Tamaguchi yang berumur 400 tahun. Rumah ini dibangun tanpa paku dan tali. Tamaguchi Residence dibangun pada tahun 1615 pada masa Kekaisaran Edo. Bangunan itu dibuat setelah terjadi perang sipil di Osaka, Jepang.
Sejak pertama berdiri, bangunan itu sudah tiga kali direnovasi. Pertama pada tahun 1775, untuk membangun tempat persediaan makanan. Lalu pada tahun 1800 ketika membangun ruangan lain di bagian utara. Renovasi terakhir dilakukan pada tahun 1970 guna mengganti atap yang kerap bocor.
Meski pernah direnovasi, namun semua rangka bangunannya ternyata masih asli. Kayu-kayu bangunan ini hanya saling bertumpu tanpa bantuan paku dan tali untuk menyatukannya. Menurut cerita, rumah itu bisa bertahan selama ini karena strukturnya yang sangat kuat. Kayu-kayu penyangganya diambil dari bahan kualitas terbaik.
Kini, rumah tersebut sudah dijadikan museum, dan museum ini tidak pernah sepi dari wisatawan yang berkunjung. Tiket masuknya 200 Yen (sekitar Rp 25.000). Museum ini buka mulai pukul 10.00 hingga 16.00 waktu Sakai. Khusus orang tua di atas 65 tahun dan anak-anak di bawah 15 tahun, tak dipungut biaya apa pun alias gratis.
Jangan Masak Terlalu Matang!
Pemasakan yang terlalu matang khususnya digoreng atau
direbus justru mengurangi kualitas kandungan vitamin dan mineral dalam
makanan itu.
"Pemasakan digoreng, direbus atau digodog sampai lodong itu bisa menghilangkan kandungan vitamin 50-60 persen," kata Samuel Oetoro, pakar gizi kepada Tribunnews.com di sela-sela Fatigon Aksi Semangat Indonesia Produktif di Silang Monas, Minggu (16/5/2013).
Meski demikian, ia tidak menyarankan mengonsumsi makanan atau memasak masih dalam kondisi mentah. "Ya masaknya jangan sampai terlalu matang," katanya.
Demikian pula dengan daging atau ikan yang dipanggang dan dibakar berdasarkan penelitian akan mengurangi vitamin dan mineral hilang hingga 20 persen.
Minimnya kandungan vitamin dalam makanan yang dikonsumsi, berkontribusi terhadap tubuh yakni penuhan vitamin. Dampaknya, belum akan dirasakan dalam waktu dekat tapi jangka panjang.
"Pemasakan digoreng, direbus atau digodog sampai lodong itu bisa menghilangkan kandungan vitamin 50-60 persen," kata Samuel Oetoro, pakar gizi kepada Tribunnews.com di sela-sela Fatigon Aksi Semangat Indonesia Produktif di Silang Monas, Minggu (16/5/2013).
Meski demikian, ia tidak menyarankan mengonsumsi makanan atau memasak masih dalam kondisi mentah. "Ya masaknya jangan sampai terlalu matang," katanya.
Demikian pula dengan daging atau ikan yang dipanggang dan dibakar berdasarkan penelitian akan mengurangi vitamin dan mineral hilang hingga 20 persen.
Minimnya kandungan vitamin dalam makanan yang dikonsumsi, berkontribusi terhadap tubuh yakni penuhan vitamin. Dampaknya, belum akan dirasakan dalam waktu dekat tapi jangka panjang.
Katarak Bukan Penyakit?
Dr Donny V Istiantoro, SpM, dokter spesialis mata
menegaskan katarak adalah kelainan pada mata karena faktor degeneratif
atau penuaan umur. Lain halnya dengan glaukoma yang disebabkan oleh
diabetes.
"Setiap orang pasti akan mengalaminya. Katarak sama seperti ubanan," kata dr Donny, Sabtu (15/6/2013).
Umumnya katarak dialami oleh mereka yang berusia di atas 60 tahun. "Namun bisa saja lebih dari itu, bila Anda menjalani pola hidup sehat. Misal banyak mengonsumsi makanan antioksidan. Zat ini kan antiaging," kata dr Donny.
Katarak dapat disembuhkan dengan menjalani operasi mata. Seiring perkembangan zaman, operasi katarak zaman sekarang terbilang lebih canggih, akurat, dan praktis.
"Blade-less operation misalnya. Sayatan tak lebih dari 1 mm. Tak ada luka sehingga tak perlu dijahit dan diperban. Prosedurnya hanya berlangsung dua sampai tiga menit," ujar dia.
Aman di Negeri Sendiri
Dalam kesempatan yang sama dr Darwan M.Purba, SpM, ahli mata senior sekaligus Presiden Direktur Jakarta Eye Center (JEC), juga memaparkan prestasi yang diraih oleh Jakarta Eye Center cabang Kedoya.
Rumah sakit mata ini berhasil melakukan operasi mata dengan angka 0 persen infeksi pascaoperasi atau post-operative endophthalmitis.
Pencapaian ini bahkan membuktikan melampui standar acceptable dari prosentase kejadian infeksi yang ditetapkan European Society of Cataract & Reactive Surgeons (ESCRS) yakni 0,015 - 0,5 persen.
Dibuka pada 2 April 2012, dalam kurun waktu setahun, JEC Kedoya telah menjalankan lebih dari 5.971 operasi intraokular, 3.130 di antaranya adalah tindakan operasi katarak.
JEC Kedoya menjadi rumah sakit pertama di Indonesia dengan 0 persen infeksi.
Menurut data West et Al, dalam periode 1994 hingga 2001, rumah sakit mata di Amerika masih mengalami post-operative endophthalmitis sebesar 0,25 persen.
Sementara di Singapura, post-operative endophthalmitis masih menyentuh angka rata-rata 0,1 persen hingga 2001.
"Ini membuktikan Indonesia adalah negara yang sangat aman untuk menjalani operasi mata," kata dr Darwan.
Keberhasilan ini tak lepas dari berbagai faktor mulai dari kecanggihan teknologi medis yang digunakan seperti feco dan blade-less operation ketrampilan dokter, team work dengan para suster, dan ruang operasi yang steril dan higienis.
"Kami menggunakan sistem positive pressure di mana udara di dalam ruang operasi bertekanan lebih tinggi dibanding luar sehingga ruang operasi lebih steril," tutur dr Darwan.
Berbeda dari rumah sakit lainnya, ruang operasi di JEC Kedoya berkonsep terbuka sehingga keluarga pasien dapat melihat langsung jalannya proses operasi.
"Saya berharap orang Indonesia tak perlu jauh-jauh lagi melakukan operasi mata di luar negeri karena di sini tak kalah canggih," ujar dia.
"Setiap orang pasti akan mengalaminya. Katarak sama seperti ubanan," kata dr Donny, Sabtu (15/6/2013).
Umumnya katarak dialami oleh mereka yang berusia di atas 60 tahun. "Namun bisa saja lebih dari itu, bila Anda menjalani pola hidup sehat. Misal banyak mengonsumsi makanan antioksidan. Zat ini kan antiaging," kata dr Donny.
Katarak dapat disembuhkan dengan menjalani operasi mata. Seiring perkembangan zaman, operasi katarak zaman sekarang terbilang lebih canggih, akurat, dan praktis.
"Blade-less operation misalnya. Sayatan tak lebih dari 1 mm. Tak ada luka sehingga tak perlu dijahit dan diperban. Prosedurnya hanya berlangsung dua sampai tiga menit," ujar dia.
Aman di Negeri Sendiri
Dalam kesempatan yang sama dr Darwan M.Purba, SpM, ahli mata senior sekaligus Presiden Direktur Jakarta Eye Center (JEC), juga memaparkan prestasi yang diraih oleh Jakarta Eye Center cabang Kedoya.
Rumah sakit mata ini berhasil melakukan operasi mata dengan angka 0 persen infeksi pascaoperasi atau post-operative endophthalmitis.
Pencapaian ini bahkan membuktikan melampui standar acceptable dari prosentase kejadian infeksi yang ditetapkan European Society of Cataract & Reactive Surgeons (ESCRS) yakni 0,015 - 0,5 persen.
Dibuka pada 2 April 2012, dalam kurun waktu setahun, JEC Kedoya telah menjalankan lebih dari 5.971 operasi intraokular, 3.130 di antaranya adalah tindakan operasi katarak.
JEC Kedoya menjadi rumah sakit pertama di Indonesia dengan 0 persen infeksi.
Menurut data West et Al, dalam periode 1994 hingga 2001, rumah sakit mata di Amerika masih mengalami post-operative endophthalmitis sebesar 0,25 persen.
Sementara di Singapura, post-operative endophthalmitis masih menyentuh angka rata-rata 0,1 persen hingga 2001.
"Ini membuktikan Indonesia adalah negara yang sangat aman untuk menjalani operasi mata," kata dr Darwan.
Keberhasilan ini tak lepas dari berbagai faktor mulai dari kecanggihan teknologi medis yang digunakan seperti feco dan blade-less operation ketrampilan dokter, team work dengan para suster, dan ruang operasi yang steril dan higienis.
"Kami menggunakan sistem positive pressure di mana udara di dalam ruang operasi bertekanan lebih tinggi dibanding luar sehingga ruang operasi lebih steril," tutur dr Darwan.
Berbeda dari rumah sakit lainnya, ruang operasi di JEC Kedoya berkonsep terbuka sehingga keluarga pasien dapat melihat langsung jalannya proses operasi.
"Saya berharap orang Indonesia tak perlu jauh-jauh lagi melakukan operasi mata di luar negeri karena di sini tak kalah canggih," ujar dia.
Kamis, 06 Juni 2013
Langganan:
Postingan (Atom)